Dalam rangka Bulan Bakti Karantina, Mutu dan Hasil Perikanan Tahun 2019, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan pelepasan Ekspor Raya Hasil Perikanan secara serentak di lima pelabuhan utama yaitu Tanjung Priok (Jakarta); Tanjung Perak (Surabaya); Tanjung Emas (Semarang); Belawan (Medan); dan Soekarno Hatta (Makassar).
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti didampingi Dirjen Bea
dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi, dan Kepala Badan Karantina
Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) KKP Rina
memimpin langsung acara pelepasan Ekspor Raya di Pelabuhan Tanjung
Priok, Jakarta pada Jumat (19/7).
Ekspor raya hasil perikanan ini diikuti oleh 147 perusahaan perikanan
binaan BKIPM yang berada di wilayah Medan, Jakarta, Cirebon, Semarang,
Surabaya, dan Makassar.
Adapun komoditi perikanan yang diekspor yaitu
frozen tillapia, baby octopus, crayfish, frozen shrimp, frozen whole
cleaned cuttlefish, frozen whole round squid, frozen black tiger
shrimps, frozen squid, frozen pomfret, frozen cuttle fish, frozen black
pomfret, frozen threadfin fish, frozen sweetlip, frozen ribbon fish,
frozen shark fish, frozen squid, frozen catfish, frozen ribbon fish,
various frozen tuna yellowfin fillet, frozen grouper fillet, frozen
snapper fillet, frozen wahoo, frozen oil fish, frozen swordfish, dan
frozen marlin, serta frozen tuna.
Dalam ekspor raya tersebut dikirim 394 kontainer produk perikanan dengan total 8.938,76 ton senilai Rp588,79 milyar. Produk perikanan tersebut dikirim ke 21 negara, yaitu Amerika Serikat, Uni Eropa, Tiongkok, Spanyol, Singapura, Sri Lanka, Hong Kong, Jepang, Korea Selatan, Thailand, Vietnam, Austria, Malaysia, Prancis, Puerto Riko, Italia, Belanda, Australia, Inggris, Denmark, dan Yunani.
Dalam ekspor raya tersebut dikirim 394 kontainer produk perikanan dengan total 8.938,76 ton senilai Rp588,79 milyar. Produk perikanan tersebut dikirim ke 21 negara, yaitu Amerika Serikat, Uni Eropa, Tiongkok, Spanyol, Singapura, Sri Lanka, Hong Kong, Jepang, Korea Selatan, Thailand, Vietnam, Austria, Malaysia, Prancis, Puerto Riko, Italia, Belanda, Australia, Inggris, Denmark, dan Yunani.
Kegiatan ekspor raya ini melibatkan 5 (lima) Unit Pelaksana Teknis (UPT)
BKIPM di daerah, yaitu Balai KIPM Jakarta II, Balai KIPM Surabaya II,
Balai KIPM Semarang, Stasiun KIPM Medan II, dan Balai Besar KIPM
Makassar.
Dalam sambutannya di Pelabuhan Utama Tanjung Priok yang tersambung dengan video conference ke empat lokasi lainnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyebut, tumbuhnya usaha perikanan di Indonesia ini merupakan dampak positif dari upaya pemberantasan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing yang digalakkan pemerintah beberapa tahun belakangan. Tercatat, sejak 2014, KKP telah menenggelamkan 516 kapal pencuri ikan. Bahkan, di Semester I tahun 2019 saja, KKP telah berhasil menangkap 67 kapal pencuri ikan.
“Pemberantasan IUU Fishing inilah yang telah memberikan dampak positif terhadap Stok Ikan Nasional. Berdasarkan hasil kajian Komisi Nasional Pengkajian Stok Ikan (Kajiskan), Maximum Sustainable Yield (MSY) perikanan Indonesia menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan yaitu dari 7,3 juta ton di tahun 2015 menjadi 12,54 juta ton pada tahun 2017, atau meningkat sebesar 71,78 persen,” tutur Menteri Susi.
Peningkatan stok ikan ini akhirnya mendorong peningkatan ekspor komoditas perikanan. Tren ekspor produk perikanan Indonesia meningkat 45,9 persen, yaitu dari 654,95 ribu ton senilai USD3,87 miliar pada 2015 menjadi 955,88 ribu ton senilai USD5,17 miliar di 2018.
“Tentu ini menjadi satu hal yang luar biasa. Di tengah tekanan ekonomi global yang melambat, ekspor komoditi perikanan Indonesia terus melaju,” ujar Menteri Susi.
“Hingga saat ini, produk perikanan kita telah diekspor ke lebih dari 157 negara di dunia. Namun, Amerika Serikat masih menjadi negara tujuan utama,” lanjutnya.
Selain Amerika Serikat, negara lain yang masuk dalam 10 besar negara tujuan ekspor utama Indonesia yaitu Tiongkok, Jepang, Singapura, Thailand, Malaysia, Taiwan, Italia, Vietnam, dan Hong Kong. Adapun 10 jenis komoditas dominan yang dieskpor yaitu udang, tuna, cumi-cumi, olahan rajungan, kepiting, gurita, kakap, dan kerapu.
Dengan keadaan ini, akhirnya pada 2015 lalu, neraca perdagangan Indonesia menjadi yang nomor satu di Asia Tenggara. Tak hanya itu, Indonesia kini tercatat sebagai negara penyuplai ekspor tuna terbesar di dunia.
Melalui pelepasan Ekspor Raya Hasil Perikanan kali ini, Menteri Susi mendorong agar para pengusaha perikanan terus meningkatkan kepatuhannya untuk melaporkan hasil tangkapan dan ekspor yang sesuai. Dengan begitu, sektor perikanan akan menjadi sektor yang menarik bagi investor karena menyumbangkan surplus pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Kalau pelaporannya kecil kemudian impornya banyak, terjadilah defisit. Negara ini juga akan kurang dihormati dan kurang diminati secara ekonomi. Nanti tidak ada lagi investor mau masuk ke Indonesia. Tetapi kalau pelaporannya benar, ekspornya juga benar, saya yakin investor akan banyak. Relasi-relasi daripada para pengusaha juga akan mudah didapat dan perbankan akan menurunkan suku bunganya,” ujarnya.
Dalam sambutannya di Pelabuhan Utama Tanjung Priok yang tersambung dengan video conference ke empat lokasi lainnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyebut, tumbuhnya usaha perikanan di Indonesia ini merupakan dampak positif dari upaya pemberantasan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing yang digalakkan pemerintah beberapa tahun belakangan. Tercatat, sejak 2014, KKP telah menenggelamkan 516 kapal pencuri ikan. Bahkan, di Semester I tahun 2019 saja, KKP telah berhasil menangkap 67 kapal pencuri ikan.
“Pemberantasan IUU Fishing inilah yang telah memberikan dampak positif terhadap Stok Ikan Nasional. Berdasarkan hasil kajian Komisi Nasional Pengkajian Stok Ikan (Kajiskan), Maximum Sustainable Yield (MSY) perikanan Indonesia menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan yaitu dari 7,3 juta ton di tahun 2015 menjadi 12,54 juta ton pada tahun 2017, atau meningkat sebesar 71,78 persen,” tutur Menteri Susi.
Peningkatan stok ikan ini akhirnya mendorong peningkatan ekspor komoditas perikanan. Tren ekspor produk perikanan Indonesia meningkat 45,9 persen, yaitu dari 654,95 ribu ton senilai USD3,87 miliar pada 2015 menjadi 955,88 ribu ton senilai USD5,17 miliar di 2018.
“Tentu ini menjadi satu hal yang luar biasa. Di tengah tekanan ekonomi global yang melambat, ekspor komoditi perikanan Indonesia terus melaju,” ujar Menteri Susi.
“Hingga saat ini, produk perikanan kita telah diekspor ke lebih dari 157 negara di dunia. Namun, Amerika Serikat masih menjadi negara tujuan utama,” lanjutnya.
Selain Amerika Serikat, negara lain yang masuk dalam 10 besar negara tujuan ekspor utama Indonesia yaitu Tiongkok, Jepang, Singapura, Thailand, Malaysia, Taiwan, Italia, Vietnam, dan Hong Kong. Adapun 10 jenis komoditas dominan yang dieskpor yaitu udang, tuna, cumi-cumi, olahan rajungan, kepiting, gurita, kakap, dan kerapu.
Dengan keadaan ini, akhirnya pada 2015 lalu, neraca perdagangan Indonesia menjadi yang nomor satu di Asia Tenggara. Tak hanya itu, Indonesia kini tercatat sebagai negara penyuplai ekspor tuna terbesar di dunia.
Melalui pelepasan Ekspor Raya Hasil Perikanan kali ini, Menteri Susi mendorong agar para pengusaha perikanan terus meningkatkan kepatuhannya untuk melaporkan hasil tangkapan dan ekspor yang sesuai. Dengan begitu, sektor perikanan akan menjadi sektor yang menarik bagi investor karena menyumbangkan surplus pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Kalau pelaporannya kecil kemudian impornya banyak, terjadilah defisit. Negara ini juga akan kurang dihormati dan kurang diminati secara ekonomi. Nanti tidak ada lagi investor mau masuk ke Indonesia. Tetapi kalau pelaporannya benar, ekspornya juga benar, saya yakin investor akan banyak. Relasi-relasi daripada para pengusaha juga akan mudah didapat dan perbankan akan menurunkan suku bunganya,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala BKIPM Rina, mengatakan kepatuhan pelaku usaha dan efesiensi sistem layanan perkarantinaan ikan terwujud berkat terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/PERMEN-KP/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 50/PERMEN-KP/2017 tentang Jenis Komoditas Wajib Periksa Karantina Ikan, Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2844/KM.4/2018 tentang Daftar Barang yang Dilarang dan/atau Dibatasi untuk Diekspor dan Diimpor.
Sebagai tindak lanjut peraturan ini, BKIPM dan Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai menandatangani kerja sama dalam rangka Pelayanan dan
Pengawasan Ekspor dan Impor Komoditas Wajib Periksa Karantina Ikan,
melalui sinkronisasi Sertifikat Kesehatan Ikan (Health Certificate) yang
dikeluarkan BKIPM dalam penerbitan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
Sinkronisasi ini tidak lepas dari peran lembaga pemerintah Indonesia
National Single Window (INSW), dengan sistem elektronik yang
terintegrasi secara nasional dalam proses pelayanan dan pengawasan
kegiatan ekspor-impor.
Sejak pengaturan ekspor komoditas perikanan diberlakukan pada Januari 2019, ekspor komoditi perikanan meningkat cukup signifikan. “Ekspor komoditi perikanan konsumsi naik sebesar 33,11% dari 379.986 ton pada semester I 2018 menjadi 505.801,83 ton pada periode yang sama tahun 2019. Sementara itu, ekspor komoditi perikanan non-konsumsi meningkat 546 kali lipat dari 16.467,44 ton pada semester I 2018 menjadi 9.024.068 ton pada semester I 2019,” jelas Rina.
Dalam rangka peningkatan pelayanan sertifikasi ekspor komoditas perikanan, BKIPM juga telah meluncurkan inovasi pelayanan publik satu pintu. Sebagai contoh, Balai KIPM Surabaya II menerapkan One Stop Service Quarantine (OSS-Q), yang masuk dalam TOP 99 kompetisi Inovasi Pelayanan Publik yang diselenggarakan oleh KemenPANRB. Inovasi tersebut memangkas waktu pelayanan karantina ikan dari 8 hari menjadi 4 hari, sehingga terjadi efesiensi biaya logistik kontainer sebesar 50 persen.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi menyampaikan apresiasinya atas kontribusi yang diberikan KKP pada ekonomi secara nasional. "Kami memberikan apresiasi atas seluruh ekspor yang telah dikerahkan oleh KKP sehingga kita bisa meningkatkan devisa, yang pada akhirnya nanti bisa memperbaiki neraca perdagangan kita," pungkasnya.
Sejak pengaturan ekspor komoditas perikanan diberlakukan pada Januari 2019, ekspor komoditi perikanan meningkat cukup signifikan. “Ekspor komoditi perikanan konsumsi naik sebesar 33,11% dari 379.986 ton pada semester I 2018 menjadi 505.801,83 ton pada periode yang sama tahun 2019. Sementara itu, ekspor komoditi perikanan non-konsumsi meningkat 546 kali lipat dari 16.467,44 ton pada semester I 2018 menjadi 9.024.068 ton pada semester I 2019,” jelas Rina.
Dalam rangka peningkatan pelayanan sertifikasi ekspor komoditas perikanan, BKIPM juga telah meluncurkan inovasi pelayanan publik satu pintu. Sebagai contoh, Balai KIPM Surabaya II menerapkan One Stop Service Quarantine (OSS-Q), yang masuk dalam TOP 99 kompetisi Inovasi Pelayanan Publik yang diselenggarakan oleh KemenPANRB. Inovasi tersebut memangkas waktu pelayanan karantina ikan dari 8 hari menjadi 4 hari, sehingga terjadi efesiensi biaya logistik kontainer sebesar 50 persen.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi menyampaikan apresiasinya atas kontribusi yang diberikan KKP pada ekonomi secara nasional. "Kami memberikan apresiasi atas seluruh ekspor yang telah dikerahkan oleh KKP sehingga kita bisa meningkatkan devisa, yang pada akhirnya nanti bisa memperbaiki neraca perdagangan kita," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar